Senin, Desember 01, 2008

Cerita Buat Guruku......!!!!

Guru Fisika yang Inspirasional

Oleh JANSEN H. SINAMO

JAM tujuh pagi, suatu hari pada tahun 1981, di sebuah ruang kuliah
kuno bersuasana gelap dan kelam, yang dibangun pada zaman Belanda,
sebuah kuliah fisika yang sangat modern segera akan dimulai. Fisika
kuantum nama kuliah itu.

Hariadi Paminto Soepangkat—doktor fisika zat padat lulusan Universitas
Purdue, Indiana, AS—sang dosen yang berkulit putih bersih bertubuh
tinggi besar yang dibalut busana rapi lengkap pakai dasi bak eksekutif
bisnis itu, telah berdiri penuh wibawa di hadapan sekitar 150 mahasiswa dari tiga jurusan: fisika, astronomi, serta geofisika dan meteorologi.

Belum dua puluh menit kuliah berjalan, usai Pak Hariadi menggambar
orbit-orbit lintasan elektron pada atom hidrogen di papan tulis,
tiba-tiba nama saya dia panggil.

”Saya, Pak,” jawab saya agak terkejut sambil mengangkat tangan.

”Kota asal Saudara di mana?” tanyanya sambil menuruni panggung
kuliah yang rapat dengan papan tulis dan berjalan mendekati tempat saya duduk di barisan depan.

”Sidikalang, Pak,” jawab saya.

”Oh ya? Kata Pak Andi Hakim Nasution, Rektor IPB, daerah Saudara

penghasil kopi ya? Kopi Sidikalang enak kata Pak Nas. Betul?”

”Betul, Pak,” jawab saya sumringah.

”Sidikalang itu berapa kilometer jaraknya dari Medan?”

”Seratus lima puluh kilo Pak.”

”Kalau naik bis ke Medan berapa ongkosnya?”

”Lima ribu, Pak.”

”Kalau uang Saudara cuma tiga ribu, sampai di mana itu?”

“Berastagi, Pak.”


Sambil memandang kepada semua mahasiswa sesudah kembali ke panggung kuliah, Pak Hariadi berkata, “Kira-kira seperti inilah yang dimaksud dengan energi ambang. Jika uang Saudara Jansen cuma tiga ribu, itu tidak cukup mengantarnya sampai ke Medan. Jadi, lima ribu adalah uang ambang yang diperlukan agar dia bisa sampai ke Medan dari Sidikalang.”

“Nah, demikian pula elektron: dia butuh energi ambang, itu energi yang
minimum, untuk bisa pindah ke orbit yang lebih tinggi. Kita sudah tahu
bahwa energi itu tidak kontinum, melainkan diskrit, artinya terkuantifikasi. Paket-paket energi yang terkuantifikasi ini dalam bentuk radiasi atau gelombang disebut kuanta energi, yang besarnya menurut Max Planck adalah hv, di mana v frekuensi radiasi itu dan h adalah konstanta Planck yang besarnya 6,626×10-pangkat- minus-34 joule-detik. Elektron hanya bisa punya energi dalam kelipatan bulat kuanta ini. Tidak hanya pada elektron tetapi juga foton dan semua zarah renik di tingkat subatom. Inilah asal-usul nama kuantum pada fisika kuantum yang kita pelajari ini. Fisika kuantum mempelajari perilaku zarah-zarah subatomik, dinamika dan interaksinya, serta relasinya dengan medan yang memengaruhinya.”

Entah apa lagi yang dikuliahkan Pak Hariadi pagi itu saya sudah lupa.
Tapi, saya terpesona sudah. Sidikalang dan saya jadi pusat perhatian
seluruh kelas dan terutama Pak Hariadi. Cuma beberapa menit saja
sorotan lampu perhatian itu, tapi sudah cukup membuat saya merasa diri
spesial.

Dan sejak momen itu rasa suka saya berlipat ganda kepada Pak Hariadi.
Sebagai akibatnya, berlipat ganda pula minat saya pada fisika kuantum.

Singkat cerita, pada ujian akhir semester itu saya mendapat nilai A.
Dan ini tidak lazim. Jarang sekali saya mendapat nilai A. Di kelas saya angkatan 1978, saya cuma mahasiswa rata-rata: mayoritas nilai saya adalah C, agak lumayan dapat B, tapi yang mendapat nilai A sungguh sangat sedikit.

Tapi, mendapat nilai A pada fisika kuantum selangit rasanya. Buat saya
itu setara dengan nilai A pada sepuluh mata kuliah yang lain. Fisika
kuantum adalah salah satu mata kuliah paling bergengsi di Jurusan
Fisika, kreditnya maksimum: empat. Bukan cuma itu, di zaman itu, cuma
ada dua mata kuliah fisika yang dianggap dahsyat: fisika kuantum dan
teori relativitas. Yang terakhir ini belum disajikan di tingkat S1.

Fisika kuantum pun sebenarnya baru cuma pengantar pada kuliah sepenuh: mekanika kuantum, yang akan disajikan nanti di tingkat S2.

Saya juga takjub pada diri sendiri. Mengapa mendadak saya jadi pintar
sekali? Tapi, saya akhirnya menyadari: itu semua karena cara dan gaya
Pak Hariadi mengajar kami memang luar biasa.

Betapa tidak. Dia selalu sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum jam
kuliah dimulai. Di hampir semua mata kuliah lain, mahasiswa yang
menunggu dosen. Tapi Pak Hariadi sebaliknya.

Pak Hariadi selalu tampil necis: busananya, kebersihannya, dan
istimewa tulisannya. Dia membersihkan sendiri papan tulis dengan kain
lap basah yang dibawanya dari kantornya. Ada tiga papan tulis di kelas
kami. Dibersihkannya dulu papan tulis ketika saat dia mulai memakai
papan tulis pertama, sehingga papan tulis ketiga itu sudah kering saat
dia akan memakainya. Demikian seterusnya sampai kuliahnya yang
berdurasi 100 menit itu selesai.

Lima tahun saya kuliah di ITB, tidak pernah saya bertemu dengan dosen
lain yang mampu menyamai kerapihan dan keindahan tulisan tangan Pak
Hariadi.

Pak Hariadi juga pekerja cepat. Hari ini ujian, besoknya jawaban
soal-soalnya sudah tertempel di papan pengumuman. Di Jurusan Fisika
hanya Pak Hariadi yang mampu dan disiplin berbuat demikian.

Dia pun hafal nama semua mahasiswa yang diajarnya. Pada setiap kuliah
ia mampu memanggil nama mahasiswa secara acak, dan seperti saya di atas setiap mahasiswa yang terpilih namanya disebut diajaknya berinteraksi.

Dan dari interaksi pendek itu, tiba-tiba bisa keluar ilustrasi untuk
menjelaskan konsep fisika kuantum. Bukan saja ilustrasi itu sangat
menolong, karena membumi bahkan personal, tetapi di tingkat psikologis
sang mahasiswa merasa dilibatkan, bahkan dijadikan bintang pada momen pendek itu. Tak pelak kuliah Pak Hariadi selalu digandrungi. Fisika
kuantum jadi mudah dimengerti, gampang diikuti, dan menarik ditelusuri.

Pak Hariadi sangat jauh dari jenis dosen yang memetik rasa puas karena
pelajarannya sukar diikuti. Ia bukan tipe dosen yang berbahagia
melihat mahasiswa pusing tujuh keliling, lalu takut pada dosennya, dan
jeri pada pelajarannya. Sedikit pun tak ada perangai galak padanya apalagi killer.

Ia memenuhi tanda-tanda orang cerdas seturut pendapat Einstein: bahwa
orang cerdas ialah orang yang mampu membuat perkara sulit jadi mudah
dipahami, sedangkan orang bodoh sebaliknya, membuat perkara mudah jadi sukar dimengerti. Fokus kedosenan Pak Hariadi ialah bagaimana agar

mahasiswanya bisa mudah memahami pelajarannya supaya dengan begitutumbuh gairah, minat, dan kecintaan pada pelajaran itu sendiri. Jadi, sebenarnya tidak mengherankan saya bisa medapat nilai A.

Sesampai di Sidikalang, saat libur panjang semester, sensasi kebanggaan mendapat nilai A itu masih terus berdenyut. Tak tahan, saya pun menulis sepucuk surat kepada Pak Hariadi. Saya ungkapkan rasa syukur dan terima kasih saya dan khususnya kedahsyatan cara mengajarnya saya apresiasi dengan rinci.

Eh, surat saya dibalasnya dengan cepat. Katanya dari sekitar 30
mahasiswa yang mendapat nilai A, cuma saya yang menulis surat. Gantian
dia yang berterima kasih. Di ujung suratnya, sesudah menitipkan salam
kepada orangtua saya, dia mengundang saya ke kantornya usai libur.

Waktu itu Pak Hariadi adalah Dekan Fakultas MIPA. ”Saya ingin mengenal
Saudara lebih dekat.” katanya.

Tak sabar saya menunggu waktu untuk kembali ke Bandung. Berhubung kopi Sidikalang sudah disebut-sebut di awal kuliah, itu pula oleh-oleh yang
saya bawa buat beliau. Ketika orangtua saya tahu kisah dosen yang istimewa ini, Ibu saya mengusulkan memberikan ulos sebagai cinderamata. Ulos dan kopi, itulah yang kemudian saya bawa ke Bandung.

Ke kantor dekan F-MIPA, saya pun menghadap. Di ujung percakapan, tanpa saya duga, Pak Hariadi meminta agar saya bersedia menjadi asistennya.

Terhenyak saya. Tubuh ini mendadak ringan rasanya, seperti kapas di
awang-awang layaknya. Tak berpikir panjang tawaran itu segera saya
sambut.

Ketika Pak Hariadi sadar bahwa saya membawa ulos sebagai cinderamata,

dia sempat tertegun lalu berkata, ”Wah, istri saya harus ikut bersama saya menerima ini. Terima kasih. Ini penghargaan yang sangat tinggi.”

Malam itu juga, di rumah Pak Hariadi di perumahan dosen Sangkuriang,
saya pun menjadi tamu keluarga, diundang makan malam bersama, dan
kemudian bercakap-cakap dengan akrab. Di situlah ulos dan kopi
Sidikalang saya serahkan.

Sampai akhirnya saya tamat pada akhir 1983––saat itu Pak Hariadi
sudah menjabat sebagai Rektor ITB––saya terus membantunya sebagai
asisten kuliah fisika kuantum. Diajar oleh Pak Hariadi dan menjadi asistennya sesudahnya merupakan salah satu pengalaman akademik paling berkesan dan terpenting buat saya selama kuliah di ITB Bandung.

Kini saya berpendapat, andai kata semua guru matematika, fisika,
kimia, dan biologi di tingkat sekolah lanjutan di negeri ini sanggup
mengajar secerdas dan sebaik Pak Hariadi, niscaya mata pelajaran-mata
pelajaran keras itu tidak akan pernah jadi momok buat anak-anak muda
kita. Bahkan, matematika dan sains akan jadi mata pelajaran favorit.

sumber : milis guru-tendik@yahoogroups.com

1 komentar:

AMISHA mengatakan...




Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

waktu itu pedang