Tampilkan postingan dengan label celoteh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label celoteh. Tampilkan semua postingan

Senin, Desember 01, 2008

Guru: Ada yang Hebat, ada yang Bejat & ada yang Melarat

Pada 25 November (kemarin) kita kembali memperingati hari guru, biasanya pada hari tersebut, di sekolah-sekolah diadakan acara peringatannya secara sederhana yang sering dijadikan sebagai hari ungkapan terima kasih anak didik kepada gurunya. Salah satu bentuk kegiatan hari guru antara lain adalah acara penyerahan bunga oleh anak didik kepada gurunya.

Selain itu, tidak banyak lagi acara lain dalam mengenang dan memperingati hari guru, kalaupun ada, tidak lebih dari seminar atau workshop, atau kegiatan sejenis yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi atau lembaga yang mempunyai kaitan dengan guru. Jarang sekali kebijakan atau keputusan pemerintah yang keluar dalam rangka hari guru yang bisa menjadi kado yang berharga bagi profesi guru. Rasanya belum ada terobosan hebat yang secara nyata bisa menjadikan guru sebagai profesi yang menggairahkan sehingga bisa menjadi pilihan.

Justru yang muncul adalah yang sebaliknya yaitu pernyataan yang selalu menyudutkan guru. Pernyataan yang muncul sering tidak lepas dari guru yang tidak profesional, guru yang tidak berkualitas, dan guru yang tidak kompeten, serta berbagai tudingan lainnya tanpa memberi solusi bagaimana agar guru bisa profesional, berkualitas, dan kompeten.

Memang sesudah munculnya kebijakan sertifikasi guru yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas guru agar mereka dapat menjalankan tugasnya lebih profesional. Sertifikasi tersebut memunculkan secercah harapan akan meningkatnya gengsi sebagai guru yang sekaligus meningkatnya kesejahteraan guru, serta munculnya figur-figur guru yang profesional dan berkualitas. Namun, harapan tersebut baru sekadar harapan, masih banyak guru yang tetap melarat, hidup dengan gaji seratusan ribu rupiah sebulan, hidup dengan gaji yang sering terlambat bahkan ada yang sampai berbulan-bulan gajinya tertunda. Kisah guru yang tidak digaji selama dua tahun, dan terus mengajar dengan segala minimnya fasilitas adalah fakta yang masih memperlihatkan pahit getirnya nasib guru, terutama guru honor yang bertugas di pedalaman dan mengajar di sekolah kecil.

Guru sering kali dituding sebagai tidak profesional dan tidak bermutu, tetapi sering kali orang tidak pernah berpikir bagaimana mereka akan bisa profesional dan meningkat kualitasnya jika minimnya fasilitas pembelajaran yang tersedia relatif terbatas, beban tugas yang berat, ditambah lagi dengan beban untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji yang mereka terima, terutama bagi mereka yang masih berstatus guru honorer. Salah satu yang memberatkan tugas mereka adalah sering seorang guru harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, sehingga proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Namun, beban mereka yang lebih berat adalah ketidakmandiriannya sebagai guru sehingga sering diintervensi oleh berbagai kepentingan, termasuk intervensi dalam melakukan evaluasi keberhasilan siswa, menentukan kelulusan siswa, intervensi politik, serta intervensi kepentingan individu, golongan, atau kelompok tertentu. Berbagai intervensi ini membuat terganggu penyelenggaraan pembelajaran baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Apa yang dikeluhkan oleh Komunitas Air Mata Guru berupa intimidasi adalah contoh dari kentalnya intervensi sekaligus keprihatinan masih jauhnya dunia pendidikan kita dari kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Korupsi, kesewenang-wenangan , dan pelecehan martabat manusia masih sering dimenangkan terhadap keadilan, kejujuran, dan kebenaran.

Dalam kondisi yang tidak mendukung, kelebihan beban, dan kehidupan yang jauh dari lumayan, tentunya akan sangat sulit bagi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dan menjadi guru yang profesional. Oleh karena itu, tidak jarang jika mereka ada yang tergoda untuk merendahkan profesi mulia yang disandangnya dengan mengomersialkannya, menjual nilai, menjual kelulusan, serta menjual harga diri. Jadi jika ada guru yang tetap setia kepada profesinya, masih mampu berprestasi dan menghasilkan siswasiswa berprestasi dengan gaji yang minim dan sering terlambat, serta sering berada dalam tekanan atasannya, birokrasi, dan politisi, tentulah guru demikian dapat dikategorikan sebagai guru perkasa yang patut diberi tanda jasa walau dikatakan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru seperti ini tentulah masih ada walaupun jumlahnya tidak seberapa. Segelintir di antaranya ada di pelosok desa, sebagiannya lagi terselip di tengah hingar bingar kota.

Persoalan yang paling memprihatinkan dari sebagian oknum guru kita adalah persoalan moral dan susila. yang beberapa tahun belakangan ini sering diberitakan, sehingga semakin mencoreng profesi guru. Beberapa di antaranya yang muncul di media massa antara lain adalah berita guru SD di Tapanuli Tengah melakukan oral seks disaksikan murid-murid lainnya. Sebelumnya kita juga membaca seorang guru SMA di Kota Binjai, malah memperkosa siswanya setelah sebelumnya dikabarkan juga seorang guru mengaji di Desa Sijenggung, Banjarnegara, Jawa Tengah, ditangkap karena memperkosa 11 anak didiknya. Berita lainnya yang juga pernah menghiasi media massa adalah ulah seorang oknum guru bantu di SDN Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Guru yang merangkap sebagai pembina pramuka ini diciduk oleh anggota Polsek Muncar karena diduga mencabuli siswanya sendiri. Kasus perkosaan juga dilakukan oknum guru olahraga kepada siswanya di salah satu SD di Jalan Cempaka, Pekanbaru. Oknum guru tersebut pernah juga memperlihatkan foto-foto porno kepada muridnya saat mengajar.

Peristiwa memalukan lainnya adalah apa yang dilakukan oleh oknum guru di Banyuwangi yang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan siswinya dan beredar secara sembunyi-sembunyi dalam bentuk rekaman video. Kejadian ini sama memalukannya dengan peristiwa di Makassar di mana aparat kepolisian membekuk seorang guru salah satu SMA swasta di Makassar yang tertangkap sedang mencabuli siswanya pada salah satu kamar wisma.

Daftar panjang perbuatan cabul guru semakin panjang dengan penangkapan yang dilakukan Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Tangerang terhadap oknum guru pembimbing di salah satu SMK di Cimone, Kota Tangerang yang diduga melakukan perbuatan cabul terhadap seorang siswanya. Berita lainnya adalah ulah guru sekolah dasar di Lampung Timur yang menggerayangi lima siswinya saat pelajaran olah raga. Peristiwa pencabulan guru terhadap murid ini ternyata menyebar di berbagai wilayah di tanah air. Selain cerita di atas, terjadi juga di Cirebon dilakukan guru SD terhadap siswanya, di Tasikmalaya yang merupakan kasus asusila sesama jenis diduga dilakukan oknum guru terhadap belasan siswa SMA, di Serang oleh guru sanggar tari, di Bantul oleh seorang oknum kepala sekolah SMA, di Sidoarjo oleh guru honorer SDN terhadap murid lakilakinya. Selain itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Lingga, Surabaya, Jakarta Selatan.

Apa yang mereka lakukan pastilah membuat dunia pendidikan tercemar, guru yang seharusnya menjadi panutan justru tega mencabuli, memperkosa, serta melakukan perbuatan maksiat dengan siswa yang seharusnya dilindunginya. Sungguh tidak dapat dibayangkan kualitas proses pembelajaran bagaimana yang dihasilkan dan tidak terbayangkan bagaimana mutu produk pendidikan kita dengan mutu guru demikian.

Ternyata, sungguh beragam tipe guru yang menjadi pendidik anak bangsa ini ada guru perkasa, ada yang suka memperkosa, ada pula yang selalu berlinang airmata. Ada pula guru yang hebat, guru yang galak, guru yang baik, guru yang lemah, guru yang suka disuap, guru yang berdedikasi terhadap pekerjaaannya, guru yang berjuang untuk hidupnya, guru yang tidak suka menjalankan profesinya, guru yang tidak bisa mengajar, guru yang bisanya hanya menghajar, ada lagi guru yang mudah tersinggung, guru matre, guru yang percaya pada murid-muridnya, guru yang disenangi muridnya, guru genit dan berbagai macam jenis guru lainnya.

Agar lebih tahu ragamnya guru, anda perlu tahu juga bahwa ada guru yang sifatnya tak perlu ditiru, memanfaatkan statusnya sebagai guru, merayu murid melampiaskan nafsu. Tentunya banyak guru yang tidak bermutu, mereka pasti enggan menambah ilmu, yang dipikirkannya adalah bagaimana menambah uang saku. Akan tetapi jangan membayangkan semua guru hidup makmur, untuk membeli buku mereka harus lembur, soalnya jika pulang ke rumah tak punya uang untuk dapur, bisa-bisa mereka akan kena gempur. Banyak juga guru yang harus bekerja luar biasa, mereka dari pagi hingga malam harus bekerja, untuk menambah gaji yang tak seberapa, ada yang mengajar di mana-mana, ada yang sambil menarik beca, ada pula yang menjadi agen dunia. Memang gaji guru tak seberapa besarnya, tapi itu pun masih sering disunat entah untuk apa, makanya namanya pun pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun demikian bukan menjadi alasan untuk bisa berbuat semena-mena. Oleh karena itu, untuk guru yang jauh dari etika, moral, dan agama, serta tidak kompeten dalam bekerja, mungkin sebaiknya melepaskan saja profesinya sebagai pendidik generasi muda, karena jika dibiarkan berlama-lama akan membuat bangsa lebih binasa. Pahlawan tanpa tanda jasa pun tak pantas disematkan kepada mereka, karena mereka bukanlah pahlawan dan tak punya jasa. Namun untuk guru yang berhati mulia, yang menjalankan tugasnya dengan sepenuh cinta, yang tidak pernah menuntut balasan dari anak didiknya, yang mencintai profesinya, rasanya pantaslah setidaknya kita berucap terima kasih pada mereka.

Mungkin ucapan kita yang tulus, bisa membuat mereka lebih bersemangat dalam menjalani profesinya dan bisa mengingatkan mereka bahwa betapa mulianya pekerjaan mereka, betapa profesi mereka adalah sesuatu yang nyata yang dapat memperbaiki keterbelakangan negara kita. Semoga hidup yang lebih baik segera menghampiri mereka. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa rasanya terlalu kecil sebagai julukannya, karena sungguh besar jasa yang telah diberikannya.

Sumber: Zulkarnain Lubis (rumahilmu@yahoogroups.com)

Cerita Buat Guruku......!!!!

Guru Fisika yang Inspirasional

Oleh JANSEN H. SINAMO

JAM tujuh pagi, suatu hari pada tahun 1981, di sebuah ruang kuliah
kuno bersuasana gelap dan kelam, yang dibangun pada zaman Belanda,
sebuah kuliah fisika yang sangat modern segera akan dimulai. Fisika
kuantum nama kuliah itu.

Hariadi Paminto Soepangkat—doktor fisika zat padat lulusan Universitas
Purdue, Indiana, AS—sang dosen yang berkulit putih bersih bertubuh
tinggi besar yang dibalut busana rapi lengkap pakai dasi bak eksekutif
bisnis itu, telah berdiri penuh wibawa di hadapan sekitar 150 mahasiswa dari tiga jurusan: fisika, astronomi, serta geofisika dan meteorologi.

Belum dua puluh menit kuliah berjalan, usai Pak Hariadi menggambar
orbit-orbit lintasan elektron pada atom hidrogen di papan tulis,
tiba-tiba nama saya dia panggil.

”Saya, Pak,” jawab saya agak terkejut sambil mengangkat tangan.

”Kota asal Saudara di mana?” tanyanya sambil menuruni panggung
kuliah yang rapat dengan papan tulis dan berjalan mendekati tempat saya duduk di barisan depan.

”Sidikalang, Pak,” jawab saya.

”Oh ya? Kata Pak Andi Hakim Nasution, Rektor IPB, daerah Saudara

penghasil kopi ya? Kopi Sidikalang enak kata Pak Nas. Betul?”

”Betul, Pak,” jawab saya sumringah.

”Sidikalang itu berapa kilometer jaraknya dari Medan?”

”Seratus lima puluh kilo Pak.”

”Kalau naik bis ke Medan berapa ongkosnya?”

”Lima ribu, Pak.”

”Kalau uang Saudara cuma tiga ribu, sampai di mana itu?”

“Berastagi, Pak.”


Sambil memandang kepada semua mahasiswa sesudah kembali ke panggung kuliah, Pak Hariadi berkata, “Kira-kira seperti inilah yang dimaksud dengan energi ambang. Jika uang Saudara Jansen cuma tiga ribu, itu tidak cukup mengantarnya sampai ke Medan. Jadi, lima ribu adalah uang ambang yang diperlukan agar dia bisa sampai ke Medan dari Sidikalang.”

“Nah, demikian pula elektron: dia butuh energi ambang, itu energi yang
minimum, untuk bisa pindah ke orbit yang lebih tinggi. Kita sudah tahu
bahwa energi itu tidak kontinum, melainkan diskrit, artinya terkuantifikasi. Paket-paket energi yang terkuantifikasi ini dalam bentuk radiasi atau gelombang disebut kuanta energi, yang besarnya menurut Max Planck adalah hv, di mana v frekuensi radiasi itu dan h adalah konstanta Planck yang besarnya 6,626×10-pangkat- minus-34 joule-detik. Elektron hanya bisa punya energi dalam kelipatan bulat kuanta ini. Tidak hanya pada elektron tetapi juga foton dan semua zarah renik di tingkat subatom. Inilah asal-usul nama kuantum pada fisika kuantum yang kita pelajari ini. Fisika kuantum mempelajari perilaku zarah-zarah subatomik, dinamika dan interaksinya, serta relasinya dengan medan yang memengaruhinya.”

Entah apa lagi yang dikuliahkan Pak Hariadi pagi itu saya sudah lupa.
Tapi, saya terpesona sudah. Sidikalang dan saya jadi pusat perhatian
seluruh kelas dan terutama Pak Hariadi. Cuma beberapa menit saja
sorotan lampu perhatian itu, tapi sudah cukup membuat saya merasa diri
spesial.

Dan sejak momen itu rasa suka saya berlipat ganda kepada Pak Hariadi.
Sebagai akibatnya, berlipat ganda pula minat saya pada fisika kuantum.

Singkat cerita, pada ujian akhir semester itu saya mendapat nilai A.
Dan ini tidak lazim. Jarang sekali saya mendapat nilai A. Di kelas saya angkatan 1978, saya cuma mahasiswa rata-rata: mayoritas nilai saya adalah C, agak lumayan dapat B, tapi yang mendapat nilai A sungguh sangat sedikit.

Tapi, mendapat nilai A pada fisika kuantum selangit rasanya. Buat saya
itu setara dengan nilai A pada sepuluh mata kuliah yang lain. Fisika
kuantum adalah salah satu mata kuliah paling bergengsi di Jurusan
Fisika, kreditnya maksimum: empat. Bukan cuma itu, di zaman itu, cuma
ada dua mata kuliah fisika yang dianggap dahsyat: fisika kuantum dan
teori relativitas. Yang terakhir ini belum disajikan di tingkat S1.

Fisika kuantum pun sebenarnya baru cuma pengantar pada kuliah sepenuh: mekanika kuantum, yang akan disajikan nanti di tingkat S2.

Saya juga takjub pada diri sendiri. Mengapa mendadak saya jadi pintar
sekali? Tapi, saya akhirnya menyadari: itu semua karena cara dan gaya
Pak Hariadi mengajar kami memang luar biasa.

Betapa tidak. Dia selalu sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum jam
kuliah dimulai. Di hampir semua mata kuliah lain, mahasiswa yang
menunggu dosen. Tapi Pak Hariadi sebaliknya.

Pak Hariadi selalu tampil necis: busananya, kebersihannya, dan
istimewa tulisannya. Dia membersihkan sendiri papan tulis dengan kain
lap basah yang dibawanya dari kantornya. Ada tiga papan tulis di kelas
kami. Dibersihkannya dulu papan tulis ketika saat dia mulai memakai
papan tulis pertama, sehingga papan tulis ketiga itu sudah kering saat
dia akan memakainya. Demikian seterusnya sampai kuliahnya yang
berdurasi 100 menit itu selesai.

Lima tahun saya kuliah di ITB, tidak pernah saya bertemu dengan dosen
lain yang mampu menyamai kerapihan dan keindahan tulisan tangan Pak
Hariadi.

Pak Hariadi juga pekerja cepat. Hari ini ujian, besoknya jawaban
soal-soalnya sudah tertempel di papan pengumuman. Di Jurusan Fisika
hanya Pak Hariadi yang mampu dan disiplin berbuat demikian.

Dia pun hafal nama semua mahasiswa yang diajarnya. Pada setiap kuliah
ia mampu memanggil nama mahasiswa secara acak, dan seperti saya di atas setiap mahasiswa yang terpilih namanya disebut diajaknya berinteraksi.

Dan dari interaksi pendek itu, tiba-tiba bisa keluar ilustrasi untuk
menjelaskan konsep fisika kuantum. Bukan saja ilustrasi itu sangat
menolong, karena membumi bahkan personal, tetapi di tingkat psikologis
sang mahasiswa merasa dilibatkan, bahkan dijadikan bintang pada momen pendek itu. Tak pelak kuliah Pak Hariadi selalu digandrungi. Fisika
kuantum jadi mudah dimengerti, gampang diikuti, dan menarik ditelusuri.

Pak Hariadi sangat jauh dari jenis dosen yang memetik rasa puas karena
pelajarannya sukar diikuti. Ia bukan tipe dosen yang berbahagia
melihat mahasiswa pusing tujuh keliling, lalu takut pada dosennya, dan
jeri pada pelajarannya. Sedikit pun tak ada perangai galak padanya apalagi killer.

Ia memenuhi tanda-tanda orang cerdas seturut pendapat Einstein: bahwa
orang cerdas ialah orang yang mampu membuat perkara sulit jadi mudah
dipahami, sedangkan orang bodoh sebaliknya, membuat perkara mudah jadi sukar dimengerti. Fokus kedosenan Pak Hariadi ialah bagaimana agar

mahasiswanya bisa mudah memahami pelajarannya supaya dengan begitutumbuh gairah, minat, dan kecintaan pada pelajaran itu sendiri. Jadi, sebenarnya tidak mengherankan saya bisa medapat nilai A.

Sesampai di Sidikalang, saat libur panjang semester, sensasi kebanggaan mendapat nilai A itu masih terus berdenyut. Tak tahan, saya pun menulis sepucuk surat kepada Pak Hariadi. Saya ungkapkan rasa syukur dan terima kasih saya dan khususnya kedahsyatan cara mengajarnya saya apresiasi dengan rinci.

Eh, surat saya dibalasnya dengan cepat. Katanya dari sekitar 30
mahasiswa yang mendapat nilai A, cuma saya yang menulis surat. Gantian
dia yang berterima kasih. Di ujung suratnya, sesudah menitipkan salam
kepada orangtua saya, dia mengundang saya ke kantornya usai libur.

Waktu itu Pak Hariadi adalah Dekan Fakultas MIPA. ”Saya ingin mengenal
Saudara lebih dekat.” katanya.

Tak sabar saya menunggu waktu untuk kembali ke Bandung. Berhubung kopi Sidikalang sudah disebut-sebut di awal kuliah, itu pula oleh-oleh yang
saya bawa buat beliau. Ketika orangtua saya tahu kisah dosen yang istimewa ini, Ibu saya mengusulkan memberikan ulos sebagai cinderamata. Ulos dan kopi, itulah yang kemudian saya bawa ke Bandung.

Ke kantor dekan F-MIPA, saya pun menghadap. Di ujung percakapan, tanpa saya duga, Pak Hariadi meminta agar saya bersedia menjadi asistennya.

Terhenyak saya. Tubuh ini mendadak ringan rasanya, seperti kapas di
awang-awang layaknya. Tak berpikir panjang tawaran itu segera saya
sambut.

Ketika Pak Hariadi sadar bahwa saya membawa ulos sebagai cinderamata,

dia sempat tertegun lalu berkata, ”Wah, istri saya harus ikut bersama saya menerima ini. Terima kasih. Ini penghargaan yang sangat tinggi.”

Malam itu juga, di rumah Pak Hariadi di perumahan dosen Sangkuriang,
saya pun menjadi tamu keluarga, diundang makan malam bersama, dan
kemudian bercakap-cakap dengan akrab. Di situlah ulos dan kopi
Sidikalang saya serahkan.

Sampai akhirnya saya tamat pada akhir 1983––saat itu Pak Hariadi
sudah menjabat sebagai Rektor ITB––saya terus membantunya sebagai
asisten kuliah fisika kuantum. Diajar oleh Pak Hariadi dan menjadi asistennya sesudahnya merupakan salah satu pengalaman akademik paling berkesan dan terpenting buat saya selama kuliah di ITB Bandung.

Kini saya berpendapat, andai kata semua guru matematika, fisika,
kimia, dan biologi di tingkat sekolah lanjutan di negeri ini sanggup
mengajar secerdas dan sebaik Pak Hariadi, niscaya mata pelajaran-mata
pelajaran keras itu tidak akan pernah jadi momok buat anak-anak muda
kita. Bahkan, matematika dan sains akan jadi mata pelajaran favorit.

sumber : milis guru-tendik@yahoogroups.com

Jumat, November 28, 2008

Lelaki dan Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya."Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel."Aku sedih," kata anak lelaki itu."Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel."Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu."Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita.

Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Senin, Maret 24, 2008

Kecerdasan Qur'ani

Mungkinkah setiap orang dapat menumbuhkan kecerdasan Qur’an (Qur’anic Quotient)? Jawabannya : pasti MUNGKIN la yaaa!

quran5xj1eu4.jpg

Lalu apa sih kecerdasan qur’ani itu? Bagi setiap orang yang memproklamirkan dirinya sebagai seorang mu’min, haruslah sadar sepenuh hati, bahwa inilah kecerdasan yang menyeluruh, terpadu, terintegrasi secara sempurna. Karenanya Allah memberikan “titipan” ini kepada kita melalui seorang manusia yang ummi, yakni Muhammad bin Abdullah, Rasulullah SAW. So, apa dong defenisinya? Anda bisa menyimpulkannya sendiri setelah merenungi tujuh prinsip di bawah ini.

Prinsip pertama, mengawali segala aktifitas dengan basmallah.

“Sesungguhnya hasil yang dicapai seseorang tergantung pada niatnya” (HR : Imam Bukhari).

Prinsip kedua, menerima diri apa adanya

Salah satu ciri Ulil Albab dan Qur’anic Quotient adalah beriman sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Maka dalam melihat diri harus dengan kaca mata iman. Kita harus bersyukur terhadap nikmat yang Allah berikan, yaitu apa saja yang sesuai dengan yang kita inginkan. Sebaliknya, kita harus bersabar atas setiap musibah yang menimpa, yaitu apa saja yang tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Prinsip ketiga, Memberikan yang terbaik.

Jika kita diberikan oleh seseorang, maka balaslah dengan sesuatu yang nilainya lebih baik dan tinggi dari yang diberikan oleh orang tersebut. Namun perlu diingat, jangan pernah merasa puas karena menganggap telah memberikan yang terbaik.

Prinsip keempat, lihatlah impian

Barang siapa akhirat menjadi impiannya Allah akan menjadikan kekayaan dan rasa cukup dalam hatinya, mengumpulkan yang tercerai berai darinya dan dunia mendatanginya dalam keadaan hina. dan barang siapa dunia menjadi impiannya, Allah akan menjadikan kefakiran dihadapannya, menceraiberaikan urusannya dan dunia tidak datang kepadanya, kecuali yang telah disempitkan keapadanya.

Prinsip kelima, temukan potensi dan peluang diri

“Mu’min yang kuat, lebih baik dan lebih Allah cintai dari pada mu’min yang lemah. Walaupun keduanya tetap memiliki potensi.Seriuslah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu dan minta bantuan kepada Allah, serta jangan bersikap lemah.

Prinsip keenam, Rumuskan cara meraih impian

Iman itu bukan sekedar angan-angan kosong, bukan buah bibir, tapi tertancap dalam hati dan dibuktikan dengan tindakan (HR : Ad-Dailami) Rasulullah dengan sungguh-sungguh menegaskan kepada kita, bahwa sebuah impian harus ada tindakan nyata untuk meraihnya.

Prinsip ketujuh, Belajarlah dari pengalaman

Bukanlah orang yang cerdas, kecuali ia pernah tergelincir tetapi cukup sekali pada lubang tersebut jangan sampai dua kali bahkan lebih, bodoh namanya. Bukan pula orang yang bijak, kecuali berpengalaman. Begitulah pesan Nabi Muhammad SAW (HR : Imam Tirmidzi) Ini adalah isyarat dari nabi bahwa kita harus berani mencoba meskipun bisa jadi pada akhirnya itu sebuah kesalahan dalam mengarungi kehidupan ini.

(disarikan secara bebas dari Qur’anic Quotien: menggali dan melejitkan diri melalui al-qur’an: Udo Yamin Efendi Majdi)

Selasa, Maret 04, 2008

Dicari : Sekolah Islam Murah Berkualitas!

Sebagai bangsa, kita patut bersyukur hingga detik ini diberi anugrah kedamaian. dibanding dengan kawasan Timur Tengah, apalagi belahan Afrika. Kedamaian tersebut mestinya sangat kondusif bagi bangsa ini untuk mengembangkan nilai-nilai luhur secara leluasa. Nilai-nilai luhur dimaksud akan sangat mungkin mendukung kemajuan dan kemajemukan Indonesia yang diharapkan.

Kalau kita bisa kilas balik sejenak, kita akan melihat dengan penuh kekaguman. Bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu bangsa yang dihormati karena keluasan dan kekayaan khazanah keilmuannya. Tidak sedikit dari anak bangsa ini yang diakui keilmuan dan kepribadiannya, Imam Nawawi Al bantani, KH. Wahid Hasyim, KH. Ahmad Dahlan, Mohammad Hatta, Soekarno, Tan Malaka, Buya Hamka, Syafrudin Prawiranegara, Mohammad Husni Thamrin, dan masih banyak lagi. Hampir bisa dipastikan peran mereka dalam perjalanan bangsa ini. Pendidikan yang mereka peroleh bisa jadi tidak hanya dari bangku sekolah, namun juga tidak menafikan arti pentingnya latar belakang akademis. Mereka yang sebagian besar muslim, tentunya sangat membanggakan bagi kita, komunitas muslim Indonesia. Tidak diragukan lagi peran ummat islam dalam perjalanan sejarah Indonesia hingga saat ini.

Kini, Indonesia jauh tertinggal dengan negara Jiran, Malaysia dan Singapore. Apa yang salah dengan bangsa ini? Pendidikan kita semakin menjadi komoditas bisnis, apalagi dengan telah dibukanya kebebasan bagi negara lain untuk membuka instutsi pendidikannya di Indonesia. Bahwa pendidikan membutuhkan biaya, kita tidak menampik hal tersebut. Tetapi pendidikan menjadi komoditas bisnis, inilah masalahnya. hal ini juga yang sedang melanda pendidikan di dunia islam. Menjamurnya sekolah-sekolah dengan embel-embel terpadu, makin membuat biaya pendidikan membengkak. Seolah dengan tambahan kata terpadau sekolah tersebut sudah menjamin kualitas siswanya. Padahal? Sebuah fenomena yang memiriskan hati. Sebagian besar bangsa ini muslim, sebagian besar bangsa ini yang jelata adalah muslim yang secara ekonomi tidak akan mampu membiayai pendidikan pada sekolah-sekolah berlabel terpadu atau sekolah model, sekolah unggulan atau apalah namanya. Karena kita sama-sama tahu, sekolah-sekolah tersebut jor-joran mengiklankan diri dengan fasilitas serba baik, metode pengajaran serba bagus, lulusan serba unggul, pengajar serba berkualitas dan profesional, kurikulum hasil kawin dengan sekolah-sekolah luar negeri yang diakui secara internasional. Sebagai akibatnya, sekoalh-sekolah tersebut menuntut biaya yang "memadai" untuk operasionalnya. Dengan kata lain, sekolah berbiaya tinggi dan hanya orang-orang berkantong tebal yang bisa menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah tersebut.

Memang tidak semua sekolah Islam berkualitas berbiaya tinggi, namun mungkin bisa dihitung dengan sepuluh jari. Smart Eklensia, milik Dompet Dhuafa di Parung, SMP dan SMK Utama milik PLN di Gandul Cinere sebagian kecil sekolah cuma-cuma berkualitas dan terpercaya. Sebagian besar sekolah Islam berlabel terpadu, berkurikulum internasional atau berlisensi serba mahal. Di samping itu, dua sekolah gratis di atas diperuntukkan bagi siswa dhuafa tapi pandai. Bagaimana dengan anak-anak biasa saja? Sekolah pemerintah ? Dengan kondisi saat ini, rasanya tidak mungkin membina siswa yang biasa-biasa saja, gratis sekalipun. Perbandingan guru dengan siswa yang jomplang, tidak sebanding. Satu kelas ditangani satu guru dengan jumlah sekitar 40-an siswa. Gratis? perlu dipertanyakan juga kalau SD dan SMP milik pemerintah gratis, faktanya buku dan biaya tambahan lainnya tetap dipungut.

Lantas dimanakah sekolah Islam murah berkualitas? Adakah kesempatan untuk anak-anak muslim yang secara ekonomis orangtuanya termasuk golongan tidak mampu, anaknya biasa-biasa saja untuk menimati sekolah murah bahkan gratis dan berkualitas?

Senin, Januari 28, 2008

Kerviel, pialang 5 milyar

Seorang anak muda berpendapatan 100 ribu euro setahun, yakin bahwa dirinya telah menemukan formula transaksi yang baru. Dia dapat melakukan transaksi yang di luar kewenangannya di pasar dengan nilai hampir 50 miliar euro, atau sekitar Rp 690 triliun, atau setara dengan PDB Kuba atau Slovenia, atau kalau dibelikan mobil seharga Rp 1 miliar bisa dapat 690 ribu mobil!!! (kompas, 28 Januari 2008).

Sesuatu yang sangat luar biasa dilakukan oleh seorang Kerviel, atau tepatnya Jerome Kerviel.
Jerome Kerviel, yang telah menghanguskan uang Rp 67 triliun di tempat kerjanya, Societe Generale, salah satu bank terbesar di Perancis, tanpa disadari telah menjadi pahlawan, menurut The Independent, si manusia 5 miliar euro ini, secara tidak sengaja telah menyelamatkan dunia dari resesi.

Persoalannya, si anak 5 milyar ini telah mempermalukan bank terkemuka tersebut. Bagaimana tidak, bank yang sangat ketat tersebut mampu dibobol oleh seorang "pialang ingusan".

Menjadi pelajaran yang sangat berharga buat pemerintah di mana saja, terutama bank sentral agar tidak kecolongan seperti bank Societe Generale.

Awan Kelabu Pukul Satu

Hari ahad, 27 Januari 2008 rumah di Tj. Priok lagi rame dan sibuk-sibuknya mempersipakan segala sesuatunya, karena hari ini kami akan kedatangan tamu. Keluarga Fauzi bertandang ke rumah untuk meminang adik perempuan saya, Ratna Sari.

Tepat pukul 13.00 WIB prosesi pinangan berlangsung bertepatang dengan wafatnya seorang mantan presiden paling lama di republik ini, Soeharto.

Lepas dari persoalan yang membelitnya selama ini, Soeharto memang pemim[pin yang berjasa untuk pembangunan Indonesia era 70-an sampai dengan awal 90-an. Kita tidak bisa menafikan atas segala upayanya selama berkuasa memajukan negeri ini, meski untuk itu harus mengorbankan sebagian rakyatnya. Swasembada beras, teknologi canggih hasil besutan anak indonesia "Nurtanio" yang akhirnya bangkrut dan sumber dayanya menjual keahliannya ke negeri jiran, Malaysia. Bisa kita bayangkan sepuluh tahunke depan Malaysia akan menjadi salah satu negara pencetak pesawat terbang di dunia. Siapa pembuatnya, anak bangsa Indonesia yang tidak diberi tempat secara terhormat oleh pemerintahan yang berkuasa...!!

Kita tidak perlu lagi mengorek dosa-dosa Soeharto selama hidup. Akan tetapi persoalan yang ditinggalkannya perlu dicarikan solusi agar tidak berlarut dan menyisakan luka yang mendalam bagi yang merasa teraniaya. Hukum memang harus ditegakkan tetapi rekonsiliasi lebih penting ketimbang akhirnya menimbulkan persoalan baru, yakni perpecahan.

Bagaimana kalau anak-anak soeharto sedikit legowo, dengan memberikan harta yayasan yang dikelola soeharto dikembalikan negra kalau memang asal dananya dari negara (kita tentu tahu, pernah terjadi pemotongan bagi pns dan TNI (ABRI) sekian persen yang disumbangkan untuk yayasan-yayasan tersebut).

Selamat jalan Soeharto semoga damai di sana ........!!!!!!

Sabtu, Januari 19, 2008

Terpikir Untuk Meminta maaf

terfikir untuk meminta maaf pada semua
terfikir untuk berbuat baik pada semua
terfikir untuk memohon ampunan pada yang Kuasa

terfikir untuk berbaring dipangkuan ibu bapak
terfikir untuk menebus segala dosa
terfikir untuk meminta waktu
untuk sekedar menjumpai orang yang kucinta
mengatakan bahwa : - aku mencintaimu -
segala pikiran yang hampir pasti tak terluluskan
saat nafas sampai diujung rongga menyiksa
saat kematian ada didepan mata
hanya kepasrahan akan imbalan yang pernah aku buat didunia

Tuhanku....
jiwa raga ini milik-Mu
hidup ini milik-Mu
mati inipun juga milik-Mu
hidup dan matiku hanya kuserahkan padaMu

Tuhanku.....
berikan sinarmu walau sebersit
agar tak ada sesal saat ajal

by: someone




Senin, Oktober 29, 2007

ELANG


Semua orang tahu bahwa elang adalah burung yang mampu terbang paling tinggi di dunia ini. Elang bahkan membuat sarang di ketinggian. Padahal semua tahu bahwa di ketinggian, angin selalu bertiup sangat kencang. Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang didunia. Umurnya dapat mencapai 70 tahun.

Tetapi untuk mencapai umur sepanjang itu
seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40. Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga sangat menyulitkan waktu terbang.

Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan:
Menunggu kematian, atau mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan --- suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari. Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang di tepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang kembali.

Kutipan di atas saya dapat dari Hendry
Risjawan di www.wikimu.com. Elang selama ini menjadi icon bagi banyak motivator trainer untuk menunjukkan bahwa seseorang perlu memotivasi diri untuk terus terbang ke atas semakin tinggi hingga sampai di atap dunia. Bahkan ada novel kecil dengan judul "Jonathan Livingstone Seagull", tentang seekor Camar yang berusaha untuk terbang lebih tinggi seperti elang. Ternyata elang tidak mendapatkan semua itu secara serta merta. Bahkan secara genetis saja elang tidak mendapatkan kemudahan untuk terbang tinggi. Benar bahwa bentuk tubuh, rentang sayap dan kekuatan kepak dan bulu-bulu sayap memang memungkinkan elang untuk terbang tinggi. Tetapi kemampuan terbang tinggi itu tidak mudah untuk dipertahankan. Hanya saja, elang tidak melakukan pilihan.

Elang melakukan begitu saja tanpa
berfikir. Semua proses 150 hari tersebut dilakukan tanpa pernah menimbang-nimbang apakah akan terasa menyakitkan. Bagaimana dia mengumpulkan makanan agar tetap memiliki energi selama proses transformasi, tidak pernah dia fikirkan. Semua dijalankan sebagai sebuah keharusan hidup.

Sebagai manusia kita memang memiliki kebebasan untuk memilih. Namun
sayangnya ada zona kenyamanan yang seringkali membatasi pilihan-pilihan hidup kita. Tetapi benarkah kita lebih menyukai kenyamanan kekinian dibandingkan kenyamanan lain. Kenyamanan lain? Ya, ada beberapa hal yang selama ini kita tidak miliki dan sangat ingin kita miliki, tetapi itu berarti kita harus mengubah sesuatu.

Cara hidup kita selama ini perlu kita ubah bila kita ingin mendapatkan
sesuatu. Analoginya sangat mudah, ketika Anda ingin pergi ke suatu tempat padahal Anda tidak sedang berada di tempat itu, maka Anda harus bergerak pindah tempat. Bukankah itu berarti tempat Anda berdiri berubah. Maka, ketika Anda memang tidak ingin pergi kemana-mana, Anda memang tidak perlu berubah. Ketika Anda tidak ingin mendapatkan sesuatu, Anda memang tidak perlu berubah. Tidak perlu keluar dari zona kenyamanan Anda. Zona yang Anda tuju justru bisa saja lebih nyaman, namun sayang sekali, antara zona kenyamanan yang sekarang dengan zona kenyamanan yang Anda tuju berjarak dan melewati zona tidak-nyaman.

Lihatlah ada 150 hari penuh zona
tidak-nyaman bagi elang. Ada kabar baik, ada kabar buruk di atas tadi. Semua sekarang tergantung pilihan Anda. Anda toh bukan elang yang tidak bisa memilih… " UBAHLAH APA YANG MASIH BISA DIUBAH. TERIMALAH APA YANG MEMANG SUDAH TIDAK BISA DIRUBAH. HINDARKAN DIRI DARI HAL-HAL YANG BERPOTENSI MENDATANGKAN PERUBAHAN BURUK" (Sumber: email sahabat)

Sabtu, Oktober 27, 2007

Pelatihan Jardiknas 2007



Pertengahan September 2007, aku diutus untuk ngikutin pelatihan jardiknas. Dalam hati sih bertanya-tanya, pelatihan apalagi nih? Jangan-jangan cuma proyek diknas untk ngumbar-ngumbar uang rakyat? oke, aku ikutin aja, siapa tahu ada gunanya untuk menunjang prfesi aku, guru gitu lho.

jam 10-an aku berangkat dari sekolah sama pak maksum it-nya tupat (tujuh empat). Meski telat, karena habis nyiapin materi untuk akreditasi, aku tetap semangat menahan malu.

Ternyata wow keren juga, baru kali ini aku ngikutin pelatihan yang lumayan lama dan materinya lumayan "bermutu". Bikin presentasi bahan ajar pakai power point, nambah juga ilmunya power point diajarin sama instruktur smk 6 yang ganteng, aku sebut aja mas ganteng, johan. Trus mengunggah bahan ajar ke pelatihan jardiknas, bikin blog meski aku juga udah punya, instruktur alumni smk 6 rek, mas dwi setyadi yang ganteng penuh pesona, jadi nambah juga ilmu blognya aku, hampir semua instrukturnya memang ahlinya dalam bidang IT. keran dan hebat abiz lah.

Ketemu sesama guru yang banyak melek komputer ketimbang aku. Aku sih gaptek banget deh. Ternyata ilmu komputerku baru setipis kulit ari.

Program jardiknas ini akan menjadi baik dan berkembang, manakala peranserta seluruh komponen pendidikan mendukungnya dan berperan aktif, termasuk guru. makanya, guru diajak ikut pelatihan jardiknas ini. Mungkin ini yang melatarbelakangi pelatihan jaringan pendidikan nasional ini. Pelatihan jardiknas ini ternya bukan cuma di jakarta, te tapi hampir diseluruh wilayah Indonesia. asyiknya kita bisa kenalan sesama guru di daerah lain.

Pertengahan ramadhan, aku ngikutin tahap kedua selama dua hari. Materinya bagaimana membuat bahan ajar dengan power point, membuat tulisan e-learning, membuat tulisan-tulisan lain dan membuat tabel dengan excelselanjutnya diunggah kepelatihan jardiknas. Fasilitatornya, pak Abdul Majied, arek Batak, tapi njawani deh. Lucu juga deh, ada yang berhasil mengunggah ada juga yang gagal, raut mukanya itu lho, yang bikin aku tersenyum. ekspresinya ada yang gembira dan ada yang kecewa kecut, pokoknya bikin lupa kalau perut lagi keroncongan.

Setelah ramadhan berlalu, tanggal 26-27 oktober 2007 pelatihan dilanjutin. Biasa, aku sama maksum telat lagi, jam 9 baru sampai di lokasi. ternyata bukan aku aja yang telat, masih banyak lagi. Materinya berkaitan dengan modul KKPI sampai 9 modul. Sementara maksum sesi terakhir ujian on line. Lumayan susah katanya, dia jeblok di materi UU hak cipta, cuma dapat 70-an. Maksum dapet nilai 96. kalau aku nggak tahu deh. Materinya yang ngasih mas johan.

Hari ini, mas dwi yang masih kuliah di UI Ciputat, ngasih materi bagaimana bikin blog dan ndaftar mail ke google. Seperti biasa, ada yang sukses dan ada yang gagal, karena banyak yang akses ke gmail jadi registrasinya banyak juga yang error. Untungnya aku dah punya gmail jauh-jauh hari. Biasa juga, aku diajarin pak tri waktu dia masih di tujuh empat. sekarang dia jadi guru IT di sma 34, pondok labu, sekolah unggulan.

Nah, pelatihannya tinggal 2 kali lagi tanggal 30-31 oktober. hari pertama katanya bikin digital story telling dan hari kedua ujian on lain. Doain ya biar aku dapet lulus dengan nilai baik. Suskes guru Indonesia ......!!!

waktu itu pedang