Jumat, Januari 25, 2008

Meluruskan Niat dalam Mencari Ilmu

"Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya. Kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman, sebutkan kepada-Ku nama (semua) benda ini, jika kamu yang benar! " (Q. S. 2 : 31).

MENGUASAI ilmu adalah bekal pertama yang Allah berikan kepada Nabi Adam. Dengan bekal ilmu, Nabi Adam dapat mengungguli para malaikat. Mereka tak bisa menjawab nama-nama yang Allah sodorkan kepada mereka. Sementara ketika disodorkan kepada Nabi Adam, ia dapat menjawabnya.

"Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh Engkaulah Yang Maha mengetahui, Mahabijaksana", demikian jawaban para malaikat yang tercantum dalam Q. S. 2 : 32.

Ilmu merupakan kunci meraih rida Allah serta kunci meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tanpa ilmu kita akan menjadi orang yang hina, orang yang tak memiliki apa-apa. Orang yang beribadah tanpa ilmu, akan lebih banyak madaratnya ketimbang maslahatnya. Kejayaan Islam akan kita raih, apabila semua penganutnya mencintai, memiliki dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya.

Muhammad bin Fadhl, seorang ulama sufi yang zuhud berkata, Islam akan musnah oleh empat golongan manusia, yakni : tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui, mengamalkan apa yang tidak diketahui, tidak mengamalkan dan tidak mengetahui, menghalangi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menjelaskan, golongan yang pertama adalah golongan para ulama yang tidak mengamalkan ilmunya. Golongan kedua adalah para ahli ibadah yang tidak berilmu. Mereka rajin beribadah tanpa menguasai ilmu ibadahnya. Kerusakan yang ditimbulkan golongan ini akan lebih banyak daripada maslahatnya. Golongan ketiga adalah orang yang tidak mau beramal karena tidak berilmu dan enggan mencarinya. Golongan keempat adalah orang-orang yang menjadi wakil iblis di bumi. Mereka menghalangi manusia yang hendak mencari ilmu dan mendalami agama.

Allah sangat menghargai orang-orang yang mau bersusah payah dalam mencari ilmu. Karena di dalamnya, selain akan memuliakan dirinya sendiri, orang yang mencarinya tergolong orang-orang yang tengah berjihad memuliakan agama-Nya di muka bumi ini.

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat menundukkan sayap-sayapnya bagi para pencari ilmu karena rida terhadap apa yang dilakukannya. Sesungguhnya orang-orang yang berilmu itu benar-benar akan dimintakan ampunan baginya oleh siapapun yang ada di langit dan di bumi, termasuk pula ikan-ikan yang ada di lautan. Kelebihan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti kelebihan bulan purnama atas semua bintang gemilang, dan sesungguhnya orang-orang yang berilmu itu adalah para pewaris nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewarisi dinar dan dirham, melainkan hanya mewarisi ilmu. Barangsiapa mengambilnya, dia telah mengambil bagian yang banyak" (H. R. Abu Daud, At Tirmidzy, Ibnu Majah dan Ahmad).

Untuk meraih semua keutamaan ilmu seperti yang disebutkan dalam hadis tersebut di atas, niat lillahi taala adalah kunci utamanya. Tanpa niat yang ikhlas, sia-sialah semua perbuatan kita, dalam arti takkan memiliki nilai apa-apa di hadapan Allah Swt. Karenanya sebelum kita berangkat mencari ilmu, modal utama yang harus kita miliki bukanlah harta tetapi niat kuat lillahi taala. Niat mencari ilmu untuk meraih rida-Nya serta mengagungkan agama-Nya. Jika niatnya lillahi taala Allah akan menjamin segala-galanya. Barangsiapa yang mencari ilmu karena Allah, maka Ia akan menjamin rezekinya. Demikian sabda Rasulullah saw. Sebaliknya semua kebaikan dalam mencari ilmu akan musnah, manakala niat ihlas tak terdapat di dalamnya. Hanya gelar-gelar duniawiah saja yang akan kita peroleh. Sementara di hadapan Allah tak ada nilainya sama sekali.

Kita harus senantiasa berlindung kepada Allah dari mencari ilmu yang sekadar untuk mendapatkan gelar atau memperoleh pujian dari manusia. Orang-orang yang seperti ini, takkan mendapatkan hidayah Allah, jangankan masuk surga, sekadar untuk mendapatkan harumnya surga pun takkan Allah izinkan.

Beberapa bulan terakhir ini, dunia pendidikan kita dikejutkan oleh beredarnya gelar-gelar instan, gelar-gelar palsu. Tak sedikit, para tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi panutan orang awam, mengeluarkan uang jutaan rupiah sekadar untuk membeli gelar agar dapat menjadi embel-embel di belakang atau di depan namanya. Mereka tak mau bersusah payah untuk kuliah mencari ilmu sesuai dengan spesifikasi gelar yang dimilikinya. Mereka tak mau berpayah-payah membaca deretan buku untuk mempertanggung jawabkan keilmuannya.

Di dalam Alquran, Allah telah berjanji akan memberikan derajat lebih kepada orang-orang yang beriman dan berilmu. Di antara derajat yang diberikan kepada orang yang berilmu adalah memiliki wibawa. Salah satu wibawanya adalah terpancarnya "aura keilmuan" dalam dirinya. Tapi aura keilmuan tersebut takkan diberikan kepada orang-orang yang pura-pura telah mencari ilmu, sekalipun berjejer berbagai gelar akademis di belakang atau di depan namanya. Gelar yang dimilikinya tersebut "takkan menggigit" dan menarik. Malahan banyak mengundang pertanyaan khalayak, orang awam sekalipun, "benarkah gelar yang dimilikinya?"

Sudah sejak lama, Nabi saw mewanti-wanti kepada kita akan lahirnya generasi yang mencari ilmu untuk sekadar meraih gelar. Sekadar untuk mendapatkan wibawa semu, sekadar untuk membuat orang terperangah dengan gelar yang dimilikinya. Namun sebenarnya hanyalah tong kosong yang nyaring bunyinya.

Ketika Rasulullah saw ditanya tentang kedudukan orang yang berhijrah selain karena Allah dan Rasul-Nya, beliau mejawab, ia hanya akan memperoleh apa yang telah diniatkannya. Jika karena Allah dan Rasul-Nya, ia akan beruntung memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika bukan karena Allah dan Rasul-Nya, ia tak akan mendapatkan rida dan pahala-Nya.

Para pencari ilmu akan meraih segala-galanya, jika di hatinya terdapat niat lillahi taala dan meraih rida-Nya. Sebaliknya, jika tidak ada niat seperti itu, takkan mendapatkan apa-apa. Jangankan di akhirat, di dunia saja ia hanya mendapatkan kemadaratan. Salah satu bentuk kemadaratan adalah hilangnya barakah dan gelisahnya hati. Bukankah pada saat ini, mereka yang memiliki gelar palsu tengah merasa gelisah dengan gelar yang dimilikinya? Di manakah barakah, wibawa ilmu, dan ketauladannya yang akan diberikan kepada orang awam?

Rasulullah saw. bersabda kepada Al Harits bin Umaraih , "Jika umurmu panjang, kalian akan menghadapi suatu masa yang pada masa itu banyak sekali juru khutbahnya (ahli ceramah, ahli pidato) tetapi sedikit ulamanya, banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang mau memberi. Kesenangan nafsu pada masa itu merupakan penuntun dalam menuntut ilmu" (Imam Al Ghazali dalam Minhajul 'Abidin).

Lalu apakah jual beli gelar palsu, jual beli ijazah dan mafia-mafia lainnya dalam dunia pendidikan merupakan sinyalemen yang diprediksikan Rasulullah saw.? Kapan sinyalemen yang disebutkan Rasulullah saw. akan terjadi ?

"Nanti apabila orang-orang sudah jarang melaksanakan salat berjamaah, uang sogok (suap menyuap, kolusi) diterima hampir dalam setiap bidang, dan agama dijual dengan harga murah dari harta dunia", demikian lanjutan hadis tersebut di atas.

Apakah pada saat ini, sinyalemen tersebut tengah terjadi di sekitar kita ? Wallahu'alam. ***

Oleh ADE Sudrajat, penulis, Ketua DKM Nurul Hidayah Kampung Pasar Tengah Cisurupan Garut.

Tidak ada komentar:

waktu itu pedang