Kamis, November 13, 2008

Sepuluh Tanda Kemunduran Bangsa

Tema yang diambil mengenai ‘Evaluasi Sistem Pendidikan dalam Menghasilkan Generasi Unggul’. Tema ini sengaja diambil karena ternyata berdasarkan penelitian selama 60 terakhir, sistem pendidikan lebih banyak menghasilkan generasi yang gagal dan bahkan cenderung bermasalah ketimbang yang unggul.

Banyak sekali tokoh yang diminta bicara menyampaikan pikiran, pandangan, juga hasil penelitian mereka. Dari semua pembicara, ada salah seorang yang pemaparannya begitu dahsyat, tajam, dan mengena, hingga mendapatkan simpati semua peserta konferensi.

Apa saja yang dipaparkan si pembicara itu? Mari kita simak pemaparannya. “Saudara-saudaraku tercinta sebangsa dan setanah air, saya sungguh prihatin melihat perkembangan generasi kita dari tahun ke tahun. Lebih dari 30 tahun saya melakukan pengamatan terhadap para pelajar dan para lulusan sekolah di tiap jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Ternyata, dari tahun ke tahun menunjukkan suatu peningkatan grafik jumlah anak-anak yang bermasalah ketimbang anak-anak yang berhasil."

“Salah satu yang membuat saya menangis adalah ketika saya mengunjungi beberapa Lembaga Pemasyarakatan yang ada di beberapa negara bagian, yang dulu pada tahun 60-an mayoritas dihuni orang-orang yang berusia antara 40-60-an. Namun apa yang terjadi pada 1990, penjara-penjara kita penuh diisi oleh anak remaja antara usia 14 s/d 25 tahun. Jumlah peningkatan yang drastis juga terjadi pada penjara anak dan remaja. Fenomena gerangan yang sedang terjadi di negara kita? Akan jadi apakah kelak negara ini jika kita semua tidak mengambil kepedulian dan merasa bertanggung jawab? “Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, dari pengaatan panjang yang saya lakukan, akhirnya saya mengetahui sumber dari semua masalah ini ada pada harmonisasi hubungan keluarga dan sistem pendidikan kita.”

“Sebagian besar anak-anak yang bermasalah, ternyata juga memiliki orang tua yang bermasalah atau keluarga yang berantakan. Yang memperparah ini semua adalah bahwa lembaga yang kita agung-agungkan selama ini, yang kita sebut sekolah, ternyata sama sekali tidak mampu menjadi jalan keluar bagi anak-anak yang mengalami permasalahan di rumah.”Sekolah yang mestinya bertanggung jawab pada pendidikan anak, ternyata sama sekali tidak melakukan proses pendidikan, melainkan hanya menjadi lembaga sertifikasi yang memaksa anak untuk mengikuti kurikulum yang kaku dan sudah ketinggalan zaman.

Guru-guru yang diharapkan menjadi pengganti orang tua yang bermasalah, ternyata tidak lebih baik daripada orang tua si anak yang bermasalah tadi. Guru-guru lebih suka memberikan pelajaran daripada mendidik dan melakukan pendekatan psikologis untuk bisa membantu memecahkan masalah anak-anak muridnya. Guru-guru juga lebih suka saling melempar tanggung jawab ketimbang merasa ikut bertanggung jawab terhadap anak yang katanya bermasalah.”

“Yang sungguh menyakitkan adalah ternyata pemerintah kita, hanya mementingkan masalah nilai, angka-angka, dan ujian-ujian tulis. Angka-angka inilah yang dijadikan tolok ukur keberhasilan sekolah. Pemerintah seolah menutup mata terhadap menurunnya perilaku moral, rusaknya budaya anakanak di sekolah, dan meningkatnya perilaku kekerasan di kalangan remaja.” “Ukuran keberhasilan pendidikan lebih diletakkan pada menjawab soal-soal ujian dn target perolehan nilai, yang seringkali hanya menambah masalah bagi anak-ank kita, bukan pada indikator moral dan pengembangan karakter anak.

Sehingga pada akhirnya, kita mendapati banyaknya anak yang mendapat nilai tinggi, namun bermoral rendah.” “Inilah yang saya pikir, yang menjadi biang keladi dari permasalahan meningkatnya jumlah anak-anak dan remajayng menjadi penghuni penjara di hampir seluruh negara bagian di negara kita.” “Saya melihat bahwa sesunguhnya, jauh lebih penting mengajarkan anak kita nilai kejujuran daripada nilai matematika, fisika, dan sejenisnya, yang pada umumnya telah membuat anak kita stres dan mulai membenci sekolahnya. Sungguh jauh lebih penting mengajarkan kepada mereka tentang nilai kerja sama dan tolong-menolong ketimbang persaingan merebut posisi juara di kelas.

Sekolah kita hanya mampu membuat tiga anak sebagai juara, ketimbang membuat mereka semua menjadi juara.” “Saya pikir sudah saatnya kita sadar akan hal ini semua. Saudara-saudaraku tercinta, berdasarkan penelitian yang saya lakukan, telah menunjukkan bahwa jauh lebih penting mengajari anak kita tentang moral, attitude, dan character building daripada hanya mementingkan nilai yang tinggi. Karena kehidupan lebih mengharapkan orang-orang yang bermoral dan berkarakter untuk membangun tatanan kehidupan yang jauh lebih baik. Orang-orang yang mencintai sesama, menolong sesama, dan menjaga kelestarian lingkungan tempat mereka hidup.” “Berdasarkan penelitian saya terhadap sejarah bangsabangsa yang mengalami kemunduran, saya telah menemukan ciri-ciri yang sangat jelas untuk bisa kita jadikan indikator dan petunjuk bagi kita apakah negara kita juga sedang menuju ke titik kemajuan atau justru kemunduran.’’ “Paling tidak, saya telah menemukan ada 10 tandatanda utama suatu bangsa yang akan mengalami kemunduran.

Sepuluh tanda kemunduran bangsa adalah sebagai berikut.

1. Meningkatnya perilaku kekerasan dan merusak dikalangan remaja dan pelajar
2. Penggunaan kata atau bahasa yang cenderung memburuk (seperti ejekan, makian, celaan, bahasa slank dll)
3. Pengaruh teman jauh lebih kuat dari pada orang tua dan guru.
4. Meningkatnya perilaku penyalah gunaan obat-obat telarang dan seks bebas di kalangan pelajar dan remaja.
5. Merosotnya perilaku moral dan meningkatnya egoisme pribadi/ mementingkan diri sendiri.
6. Menurunya rasa bangga, cinta bangsa dan tanah air (patriotisme) .
7. Rendahnya rasa hormat pada orang lain, orang tua dan guru.
8. Meningkatnya perilaku merusak kepentingan publik.
9. Ketidakjujuran terjadi dimana-mana
10. Berkembangnya rasa saling curiga, membenci dan memusuhi diantara sesama warga negara (kekerasan SARA)


“Saudara-saudaraku, apakah kita merasa semua tanda-tanda ini telah muncul di negara kita? Dengan fakta dan kenyataan yang ada, wahai Anda pengambil kebijakan di bidang pendidikan dan para guru dan orangtua, masihkah kita akan tetap mementingkan angka-angka sebagai indikator kesuksesan pendidikan ataukah logika dan nurani kita mampu berbicara dan mendobrak sistem pendidikan yang selama ini telah terbukti telah menghasilkan lebih banyak kegagalan bagi anak-anak tercinta.” “Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, jika kita tidak juga mau bertindak, saya tidak tahu berapa banyak lagi penjara yang harus kita bangun bagi anak-anak kita tercinta, yang semestinya ini semua bisa kita cegah dari sekarang.

Edy Wiyono (Penulis adalah Praktisi Multiple Intelligence & Holistic Learning)

Tidak ada komentar:

waktu itu pedang