Jumat, April 25, 2008

Ujian Nasional : Persoalan Dilematis

Hari-hari ini jagad pendidikan sedang terfokus pada ujian nasional untuk tingkat SMA/SMK. Mulai tingkat mentri hingga guru dan orang tua, ditambah dengan tim pemantau independen terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan dan mengawasi Ujian Nasional. Gonjang-ganjing dan perdebatan perlunya Ujian Nasional, sampai hari ini pun belum tuntas. Teapi, pemerintah sebagai pemegang kebijakan memandang masih sangat perlu dilaksnakan Ujian Nasional sebagai sebuah standar mutu pendidikan di Indonesia.

Kita tidak perlu lagi mempermasalahkannya. Sebab hari ini Ujian Nasional telah berlangsung aman secara umum. Persoalan yang mengemuka saat pelaksanaan Ujian Nasional saat ini bukan lagi penting atau tidaknya UN, melainkan bagaimana peserta didik, guru, orang tua dan pemerintah menyikapinya dalam prosesnya.

Saat menjelang dan proses pelaksanaan UN,biasanya anak didik bahkan mungkin orangtuanya berlomba mencari bocoran jawaban. Sebuah fenomena yang memprihatinkan. Maka tak heran bagi orang tua siswa yang berkantong tebal, akan berusaha membeli bocoran tak perduli berapapun harganya asalkan anaknya lulus. Sementara fenomena yang lebih parah adalah oknum guru, kepala sekolah yang terlibat langsung dalam proses pendidikan memberikan contoh yang buruk. Ada beberapa sekolah yang dengan segala upayanya memberikan jawaban langsung, dengan berbagai cara pula ; memberikan jawaban kepada murid di wc, memanggil anak dengan alasan tertentulah, atau menginstruksikan agar anak datang lebih awal untuk diberikan "pengarahan". Dipihak pengambil kebijakan bisa jadi memberikan konversi nilai, akan mempermalukan jika dalam tahun ini misalnya ratusan atau ribuan anak tidak lulus UN.

Lingkaran setan yang menggenaskan bukan. Kemana bersembunyinya nurani kalau demikian.
Tahun lalu di Medan, guru yang melaporkan terjadinya kebocoran malah diintimidasi. Kejujuran memang terkadang pahit resikonya. Hanya orang-orang yang berjiwa kerdillah yang takut menikmati kepahitan rasa kejujuran. Maka, wajarlah kalau fenomena yang mengenaskan seperti di atas berbuah pada mental bangsa kita yang ambruk, korupsi kejahatan kemanusiaan, manipulasi kekuasaan karena jantungnya bangsa ini : Pendidikan sudah terkontaminasi oleh prinsip yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan instan!!!!

Akhirnya, bukan berarti dari sekian ratus juta penduduk Indonesia semua seperti itu. Saya yakin masih ada anak bangsa ini yang menjaga nuraninya, tidak menjual hatinya untuk kepentingan sesaat : lulus UN dengan segala cara. Masih banyak yang elegan meski tidak sedikit yang berlaku curang.

Tidak ada komentar:

waktu itu pedang